Selasa, 21 April 2009

Temporary Indonesian?

Sebulan yang lalu saya dan istri saya berkesempatan untuk pergi honeymoon (mohon maklum, kami pengantin baru J) di pulau Penang, salau satu pulau di negeri Malaysia. Sebuah pulau kecil yang asri, bagus dan sangat teratur. Bagaimanapun, saya salut dengan konservasi dan pemeliharaan arsitektur dan bangunan kuno di pulau ini. Tidak ada bangunan kuno yang digusur demi kepentingan komersial. Kampung-kampung China, India dan Malay dalam zoning yang teratur. Semua serba terencana dengan baik. Sebagai alumni mahasiswa arsitektur, bagi saya sangat menyenangkan berjalan-jalan dan berkeliling di pulau mungil ini.

Ketika di bus berjalan sesuai rute, tour guide dengan bahasa Inggris yang sangat fasih dan kocak menerangkan sejarah dan ruang lingkup pulau Penang sebagai bekas jajahan Inggris. Suatu saat, telunjuk tangan dia menunjuk ke arah samping kiri bus kami dan berkata,” You see, those people are temporary Malaysian!” Sejenak kami bingung, soalnya yang kami lihat adalah orang-orang Malaysia biasa. Apakah mereka imigran? Ataukah kondisi politik negara Malaysia yang menyebabkan penduduk asli hendak pindah kewarganegaraan?

Ternyata tidak. Dia melanjutkan ucapannya,” People who’s riding with motorcycles. We called them temporary Malaysian.. Why? Because they don’t live longer. Soon they will die because of the dangerously of riding motorcycles! Too much motor accident here. Soon they will die or they must have more than two lives to dare to ride motorcycles.”

Kami hanya tercengang, lalu tertawa getir..

Saya langsung membayangkan kondisi di Indonesia. Berapa banyak pengendara motor di Indonesia? Berapa banyak kecelakaan yang terjadi menimpa pengendara sepeda motor? Apakah mereka adalah “temporary Indonesian”?

Seberapa jauh kepedulian kita untuk melakukan safety riding? Apakah hanya sebagai jargon saja? Tapi, sebenarnya pelu kita pikirkan juga, seberapa amankah pengendara sepeda motor yang patuh dengan pola safety riding tetapi ternyata juga tetap harus mempertaruhkan nyawa di jalan?

Kita sudah banyak mendengar bahwa kecelakaan seringkali terjadi karena kecerobohan desain dan perencanaan yang dilakukan oleh pemerintah. Pembatas busway di Jakarta, jalan yang berlubang, minimnya penerangan jalan umum, tidak adanya jalur khusus motor, dll adalah makanan sehari-hari yang turut andil menyumbang meningkatnya jumlah “temporary Indonesian”.

Belum lagi kesembronoan pribadi pengendara motor, seperti mengetik sms atau menelepon sambil mengendarai motor, menaruh anak kecil di sadel depan motor, mengendarai di jalur cepat, memakai helm tidak standar dan nekat menerobos palang pintu kereta api yang hendak lewat.

Sekarang, kembali ke hal-hal yang mendasar. Mengapa banyak orang membeli motor? Mengapa orang tidak memilih menggunakan transportasi publik? Menurut saya, ada beberapa sebab. Pertama, karena transportasi publik dirasa lebih tidak aman dan tidak dipercaya. Bagaimana mungkin bus atau kereta bisa aman, lha wong pesawat aja bisa sering kecelakaan kok.
Kedua, leletnya transportasi publik! Dengan transportasi publik, sedikit-sedikit berhenti. Dengan naik motor, kita bisa meliuk-liuk mengatasi macetnya kota, bisa lewat jalan tikus, apalagi kalau mau nonton dan duduk bareng Catherine Wilson seperti di salah satu iklan televisi.
Ketiga, macetnya jalanan. Apalagi jalanan kota Jakarta. Saya bersyukur tinggal di Surabaya, walaupun beberapa tahun lagi kemacetan Surabaya mungkin akan bernasib seperti Jakarta. Dari pinggiran kota Surabaya, maksimal dalam waktu setengah jam nyetir santai, sampai sudah di pusat kota.
Keempat, adanya fasilitas kredit murah yang sangat menggiurkan konsumen dari pihak leasing/finance. Hanya dengan satu-dua lembar merah uang rupiah, sepeda motor bisa langsung dikirim ke rumah. Gratis helm dan jaket cantik lagi. Kalau tidak sanggup membayar cicilan, tinggal tunggu diambil debt collector atau juru sita.
Kelima, kadang-kadang saya pribadi berasumsi (boleh khan?) bahwa apakah lobby dari pihak ATPM motor dan mobil begitu kuat sehingga transportasi publik di Indonesia ini hanya jalan di tempat saja? Sehingga akhirnya hasrat konsumtivisme semakin dan semakin terus menerus dirangsang?

Apapun sebab dan tujuannya, bagi saya, penambahan jumlah “Temporary Indonesian” harus dihentikan. Cukup sudah. Harus mulai serius dipikirkan solusinya. Terlalu banyak pertaruhan nyawa di jalanan. Atau seharusnya kita mulai memikirkan bagaimana membuat nyawa menjadi double? :P

Fandi Gunawan

Kamis, 29 Januari 2009

Sinetron dan reality show, potret masa depan Indonesia?

Sinetron dan reality show, potret masa depan Indonesia?

Sudah terlalu banyak protes dan reaksi yang disampaikan oleh masyarakat Indonesia atas suguhan yang tiap saat terpampang di wajah televisi kita. Mulai dari “kekompakan” hampir semua stasiun televisi (kalau lagi ngetren tema horror, horror semua. Kalau lagi ngetren tema komedi, komedi semua. Sekarang sih katanya lagi ngetren romantisme anak muda) sampai kepada kualitas tayangnya.

Beberapa ahli komunikasi dan filsafat setuju bahwa apa yang disuguhkan sekarang adalah akan berimbas pada budaya kita sepuluh tahun mendatang. Jika kita sejenak flash-back pada sepuluh tahun yang lalu, tayangan tentang cerai-kawin lagi sudah mulai marak. Imbasnya, sekarang kita menganggap bahwa perceraian sudah bukan masalah yang esensial, malah menjadi “makanan” sehari-hari.

Jika sekarang kita mencermati tayangan di televisi, ada beberapa spot yang akan menjadi budaya yang bisa diterima di masa depan. Salah satu yang pasti, perangai kebanci-bancian. Dulu orang merasa risih dengan ini. Sekarang, dengan santainya kita bisa ngakak kalo lihat extravaganza. Apakah kita bisa ngakak kalau anak kecil kita berperilaku seperti tokoh di extravaganza (laki-laki berkostum dan berperilaku seperti perempuan atau sebaliknya)?

Yang lebih mengenaskan, kita tahu bahwa sinetron dan tayangan lainnya selalu mengalami kejar tayang. Malah sering terjadi, pagi syuting, siang atau sore diedit dan malamnya sudah ditampilkan di televisi. Kualitas apa yang bisa kita harapkan dari sistem seperti ini? Seringkali, karena sinetron tersebut sedang tinggi ratingnya, seorang yang protagonis akan tahu-tahu secepat kilat berganti menjadi tokoh jahat, demi tuntutan skenario yang tidak konsisten. Budaya apa yang akan ditanamkan kepada pemirsa kalau kualitas moral yang ditawarkan adalah seperti ini?

Belum lagi soal reality show dan reportase. Kawin-cerai, umpatan-umpatan (walaupun disensor “tiiiit”), dan perilaku kekerasan dari selebriti yang membuat kru syuting menjadi semakin bergairah. Bad news is good news! Kompas beberapa waktu yang lalu sempat meliput demontrasi para korban investasi macet di sebuah kantor dan suasananya tenang-tenang saja, ada wartawan yang memprovokasi,”kok gini mas, itu komputer dibanting aja!”. Langsung massa yang rata-rata berpakaian rapi jadi mengamuk dan menghancurkan seisi kantor tersebut. Wartawan merasa mendapat “darah segar” dan langsung meliput dan menyiarkannya di televisi.

Beginikah potret tayangan yang menjadi konsumsi publik televisi di Indonesia?
Beginikah potret masa depan Indonesia?

Selasa, 27 Januari 2009

Dompet, handphone dan… resleting…

Dompet, handphone dan… resleting…

Anda punya teman yang sering ketinggalan dompetnya? Atau Handphone? Atau bahkan anda sendiri yang barang-barangnya sering tertinggal? Kita bicara dalam konteks alpa atau lalai. Bukan dalam konteks kesengajaan, supaya bisa minjam duit atau minjam pulsa temannya. Hehehe…

Dalam dunia marketing, seringkali amat tidak masuk akal jika ada seorang sales/marketing yang tidak bisa dihubungi pada waktu jam kerja karena alasan handphone (HP) ketinggalan atau mati karena baterai habis. Sebagai contoh, saya seringkali memberi contoh nyata bahwa di satu sudut kota Surabaya ada orang yang usahanya sebagai penjual jasa (maaf) sedot tinja berupa gerobak yang didorong. Dan pada gerobaknya ditulis besar-besar : Jasa sedot tinja, hubungi si-X dengan nomor handphone sekian-sekian. Seharusnya kita patut malu. Orang yang pekerjaannya berurusan dengan hal-hal yang (benar-benar) kotor saja mau mengaktifkan HP-nya. Dia akan kehilangan potensi penghasilannya apabila HP-nya ketinggalan atau baterai habis.

Seorang kepala cabang sebuah showroom mobil pernah berbincang-bincang dengan saya tentang sebuah kebiasaan kecil yang menurut kami sangat efektif. Setelah turun dari mobil, dengan posisi berdiri, pria tersebut selalu mengecek keberadaan barang di tubuhnya dengan cara meraba satu-persatu. Ada 3 langkah. Pertama, dia meraba dompetnya. Kedua, dia meraba handphone-nya. Ketiga, yang menurut dia paling penting, meraba (dengan cepat dan sekilas saja, tentunya) resleting celananya.

Mengapa? Bagi dia, dompet dan handphone adalah barang yang paling mudah terjatuh tanpa kita sadari. Terdorong dan jatuh ketika duduk, atau bahkan bisa hilang karena dicopet. Semua terjadi karena di luar kesadaran kita. Apalagi, dompet berisi benda berharga (uang, ID Card, Credit Card,dll) dan Handphone adalah benda yang sangat berharga (alat komunikasi yang berisi data customer dan kolega yang cukup merepotkan bila hilang).

Lalu, yang ketiga, resleting. Mengapa? Kaum pria pasti tahu hal ini, walaupun kadang-kadang lupa dan membiarkan resletingnya terbuka. Sebagai orang yang berbudaya, seharusnya kita memperhatikan hal kecil ini. Masa sebagai kepala cabang ia lalai dan memamerkan “pemandangan khusus” kepada anak buahnya atau orang lain? Kalau setelah dicek dan memang terbuka, mbok segera ditutup dengan menghadap ke arah dinding biar tidak kelihatan di depan umum. Hanya butuh waktu sekitar 1 detik aja khan?

Saya cukup salut dengan kebiasaan ini. Memperhatikan dan mengawasi diri sendiri sebelum ditegur oleh orang lain. Kalau sudah terbiasa, total waktu yang dipakai untuk meraba dompet, HP dan resleting tidak lebih dari 3 detik. Singkat tetapi bermakna, bukan? Oleh karena itu, sebagai sesama kaum pria, saya anjurkan kebiasaan 3 detik ini.
Demi kemaslahatan pribadi dan bersama! Hehehe… Ciao!

Selasa, 20 Januari 2009

To be a responsible driver, is it possible?

APA ITU RESPONSIBLE DRIVING?
Bagi saya, pengertian "Responsible Driving" adalah mengemudi dengan kesadaran untuk bertanggung jawab, baik untuk diri sendiri, penumpang seisi mobil/sepeda motor, maupun bagi pengguna lalu lintas yang lain sehingga tercipta keamanan dan kenyamanan bersama untuk seluruh pengguna lalu lintas.

MULAI DARI DIRI SENDIRI
Kita mungkin pernah kecewa dengan cara orang lain berkendara. Kalau boleh kami memberi saran : sebaiknya jangan berpikir untuk mengubah orang lain. Berubahlah mulai dari diri sendiri. Perubahan diri yang semakin positif akan mengakibatkan perubahan yang positif bagi orang lain juga.

Berikut tips-tipsnya :
Bagaimana persiapan untuk menjadi "Responsible driver"?

1. Persiapan dari diri sendiri

- Siap secara fisik
Fisik sangat menentukan. Untuk mengemudi, diperlukan konsentrasi 100%, juga dibutuhkan multi-tasking skills, karena dalam waktu yang sama, anda harus bisa konsentrasi bergantian memandang ke depan, spion kanan-kiri-tengah. Belum lagi kalau ada sepeda motor yang ngebut secara zig-zag mendahului anda.

Kadang-kadang malah kita bisa menambah tugas mengemudi kita dengan sambil menelepon tanpa handsfree, sambil makan/minum, memasukkan CD ke CD player, mengobrol dengan penumpang seisi mobil, memperhatikan bayi kita yang menangis, dll.

Sekalipun anda memiliki kemampuan multitasking untuk bisa melakukan semua hal seperti diatas, kami menyarankan bahwa kita semua adalah manusia yang terbatas. Hati-hati, apapun bisa terjadi. Jangan karena kelalaian kita, orang lain menjadi korban. Jika anda tidak sehat (mengantuk/pusing/sakit), kami menyarankan untuk tidak mengemudi. Pakailah kendaraan umum, seperti taxi, bus, dll.

- Siap secara psikologis dan emosi
Emosi menentukan perilaku berkendara. Mengemudi dengan emosi yang labil berbahaya bagi diri sendiri dan orang lain. Bagi anda yang mempunyai respons psikologis negatif (misalnya: latah, mudah emosi, terkaget-kaget) menjadi sangat riskan bagi diri sendiri dan orang lain

- Siap secara spiritual
Berdoa sebelum berkendara adalah sikap terbaik. Manusia terbatas, bisa berusaha, tetapi Tuhan yang berkehendak. Oleh karena itu, pasrahkan segala hal kepada-Nya sebelum kita melakukan segala sesuatu. Juga tidak lupa bersyukur pada-NYA setelah sampai di tujuan.

- Siap secara perilaku dan informasi
Mematuhi rambu, marka jalan, peraturan dan lampu lalu lintas, juga tidak lupa memakai safety-belt dengan cara yang benar; niscaya akan membentuk pribadi yang tertib berlalu lintas. Mendengarkan informasi lalu lintas dari radio/media lainnya untuk menghindari kemacetan lalu lintas.

- Siap secara keamanan pribadi
Orang jahat akan berbuat jahat kalau ada kesempatan. Jangan berikan kesempatan itu. Waspada dan antisipasilah sebelum terjadi.

2. Persiapan fisik mobil

- Siap secara performa mobil
Sedia payung sebelum hujan. Walaupun mobil anda masih gress keluaran terbaru, jangan lupa untuk tetap melakukan check and recheck yang bisa dilakukan secara do-it-yourself, seperti :
- Lampu-lampu, klakson, rem-gas-kopling
- Air aki, radiator, wiper
- Tekanan Ban
- Alarm, central-lock dan power window
- Apakah ada cairan yang menetes/ menggenang di bawah mobil anda?

- Siap secara kenyamanan
Kenyamanan juga mempengaruhi konsentrasi pengendara dan penumpang, misalnya:
- Suhu/temperatur dalam mobil panas sekali
- Bangku atau setir tidak ergonomis
- Kaca (juga kaca film) terlihat buram atau kotor
- AC mengeluarkan bau yang tidak sedap
- Pelapis jok sudah pecah-pecah atau kotor terkena noda

Dengan adanya pemahaman yang lebih multi-dimensi tentang persiapan secara menyeluruh sebelum mengemudi, semoga tercipta tujuan responsible driving, yaitu tercipta keamanan dan kenyamanan bersama untuk seluruh pengguna lalu lintas.

Senin, 19 Januari 2009

Safety driving tips (1): Jika mobil anda dihentikan mendadak

Berbagai macam tekanan dan tuntutan pemenuhan kebutuhan hidup membuat sebagian orang mencoba menghalalkan segala cara. Termasuk melakukan pemerasan. Inilah satu kemungkinan yang bisa terjadi dan pernah terjadi pada beberapa orang, khususnya pada perempuan yang menyetir sendirian. Anda sedang menyetir mobil sendirian, lalu tiba-tiba ada 1-2 orang bersepeda motor menggedor kaca mobil anda dan berteriak mengatakan bahwa barusan anda telah menabrak seseorang. Dia meminta anda menepi dan bertanggung jawab. Padahal anda tidak merasa menabrak.TIPS :
Jangan langsung berhenti. Jangan panik dan tetap tenang. Jangan keluar dari mobil, pastikan semua pintu terkunci dan kaca tertutup rapat. Tepikan mobil, usahakan menepi di tempat yang ramai, buka kaca sedikit saja (supaya suara anda cukup bisa didengar oleh dia) dan katakan bahwa anda tidak menabrak dan anda mempersilakan untuk anda dan mereka untuk berurusan di kantor polisi terdekat. Jangan sekali-sekali keluar dari mobil, walaupun mereka kalap dan menggedor2 mobil.
Ketika ditawari untuk urusan di kepolisian, biasanya mereka akan berganti sikap dan akhirnya pergi.
Kalau mereka tidak pergi, jangan ragu-ragu untuk menelepon polisi dan meminta perlindungan.

Jumat, 09 Januari 2009

Tidak ada pesta kembang api malam ini (Refleksi Awal Tahun 2009)

Beberapa hari ini saya sibuk sekali. Sibuk dalam banyak hal, mulai ngurusin toko yang emang rame karena akhir tahun, mempersiapkan beberapa detail pernikahan, mengurus sunset policy dan segudang kegiatan lainnya. Sebenarnya cukup senang sih. Bisa cukup menikmati dan “berselancar” di tengah gelombang aktivitas yang padat.

Biasanya menjelang Natal dan akhir tahun, saya (dan mungkin beberapa di antara anda) mulai merasa mellow. Melankolis, maksudnya. Melankolis dalam hal mulai merenungi makna hidup, rekleksi akhir tahun dan mulai mempersiapkan untuk plan dan strategi untuk tahun 2009.

Tahun 2008 penuh dinamika bagi saya. Diawali dengan sakit dan meninggalnya papa saya, lalu langsung diberondong dengan berbagai macam kegiatan dan aktivitas yang membuat diri ini jadi “terpaksa” gelagapan dan kelimpungan.
Datangnya tahun 2009 dipandang pesimis bagi beberapa orang. Bagi saya sendiri, keadaan seperti ini justru menjadi tantangan tersendiri. Saya memang tidak terlalu biasa dengan zona nyaman. Saya sudah mempersiapkan beberapa strategi untuk bisnis saya di tahun 2009.

Tapi entah bagaimana, saya masih ada kekuatiran. Bagaimana kalau ternyata tsunami krisis global ini jauh lebih hebat dari yang sudah diperkirakan? Yang diperkirakan sudah amat buruk. Bagaimana kalau lebih buruk lagi? Lalu, bagaimana kalau ada hal-hal buruk yang terjadi di luar rencana? Bagaimana dengan persiapan dan pelaksanaan pernikahan kami? Bagaimana dengan bla..bla..bla..?

Semua itu seperti campur aduk dalam hati dan pikiran saya. Semua perlahan mulai menjadi jelas ketika saya menonton kembali film Batman The Dark Knight. Karakter Joker yang diperankan oleh Heath Ledger begitu sempurna sebagai biang kejahatan. Begitu sempurna, melekat dan membekas pada diri Heath Ledger sehingga ia akhirnya fustrasi dan bunuh diri di awal tahun 2008. Saya masih terbayang, si Joker selalu membersihkan sudut bibirnya dengan lidahnya ketika mengecap dan berbicara, menampakkan sisi bekas penderitaan masa kecilnya ketika si ayah Joker merobek kedua sudut bibir Joker dengan pisau, untuk membuat kurva senyuman pada wajah Joker.

Dalam salah satu ceritanya, si Joker sedang mencengkeram leher Batman di atas sudut bangunan tinggi. Dari ketinggian sana tampak sebuah laut dimana ada 2 kapal ferry yang mesinnya sedang sama-sama mati. Ada bom yang sudah diletakkan Joker di kedua ferry tersebut. Satu kapal penuh berisi penjahat (notabene orang yang bermoral jahat dan tersingkir) yang akan dikarantina di satu pulau. Kapal satunya penuh berisi orang baik-baik. Joker memberi tahu mereka bahwa beberapa menit lagi, pada tengah malam pukul 12 tepat, bom itu akan meledak. Tetapi, hal itu tidak akan terjadi bila salah satu orang di kapal itu memencet tombol pemicu bom yang otomatis akan meledakkan kapal satunya.

Ada banyak konflik moral yang disuguhkan Joker disini. Apakah kapal yang berisi orang “baik-baik” akan menekan tombol pemicu untuk meledakkan kapal yang yang penuh berisi orang-orang jahat dan kriminal? Bukankah penjahat dan kriminal layak dihukum, bahkan seakan layak dilenyapkan dari muka bumi ini? Jadi, apakah orang baik-baik yang seharusnya layak hidup?
Atau sebaliknya, penjahat dan kriminal memang sudah kodratnya jahat? Jika mereka menekan tombol pemicu untuk meledakkan kapal yang berisi orang baik-baik, bukankah sudah selayaknya, karena penjahat dan kriminal memang pada dasarnya jahat? Apalagi yang lebih buruk yang bisa dituduhkan kepada mereka, toh mereka memang pejahat? Jadi, meledakkan kapal orang baik-baik atau tidak, toh tidak akan mengubah kodrat mereka?
Siapakah yang berhak hidup? Orang baik? Orang jahat?
Siapakah yang berhak untuk merampas hak hidup? Orang baik? Orang jahat?

Joker begitu yakin dengan skenario permainannya. Dia bilang ke Batman,”Tunggu, sebentar lagi kita akan menyaksikan pesta kembang api!” Maksudnya, Joker begitu yakin bahwa salah satu orang di antara kedua kapal itu akan menekan tombol pemicu yang akhirnya meledak dan efek ledakan itu akan menimbulkan efek seperti pesta kembang api. Bisa saja apa yang dipikirkan dan diharapkan Joker itu benar. Satu orang di kapal baik-baik akan meledakkan kapal yang berisi kriminal. Atau, satu orang kriminal akan meledakkan kapal yang berisi orang baik-baik. Atau malah, salah satu menekan tombol, justru kapalnya sendiri yang langsung meledak. Atau, satu kemungkinan lagi, satu orang menekan tombol, kedua kapal meledak sekaligus. Entahlah apa yang ada di pikiran Joker. Saya bukan Joker. Saya tidak akan pernah bisa paham.

Tapi yang jelas, Joker begitu yakin bahwa pasti ada satu orang yang menekan tombol pemicu. Dia terlalu yakin sampai dia tidak pernah mempersiapkan bahwa pada pukul 12 tepat ternyata tidak akan ada yang menekan tombol pemicu. Atau justru pikiran Joker seperti pikiran Jigsaw, pilihan ada di kamu sendiri? Entahlah…

Batman masih yakin dengan penumpang kedua kapal tersebut. Saya mencoba mendalami pikiran Batman. Apakah karena dalam kejahatan manusia yang paling dalam, masih ada sifat kebaikan? Atau, apakah orang yang merasa dirinya adalah orang baik-baik maka dia tidak berhak untuk merampas hak hidup manusia siapapun, termasuk orang yang paling kejam sekalipun? Apapun pikiran Batman, itulah sebabnya akhirnya Batman berkata ke Joker,”Tidak ada pesta kembang api malam ini.”

Sampai lewat tengah malam, ternyata kedua kapal itu tidak meledak dan akhirnya Batman mengalahkan Joker. Tidak ada pesta kembang api.

Tahun 2009 adalah tahun yang diperkirakan banyak orang penuh dengan kekuatiran, kepusingan dan kekacauan. Satu hal yang pasti adalah kita harus lebih waspada dan mempersiapkan diri. Waspada dan mempersiapkan diri dari apa? Pertanyaan itu dikembalikan pada kita masing-masing. Apakah ketakutan dan kelemahan kita? Apakah musuh kita? Iblis? Dosa? Kuatir? Putus harapan? Atau … apa?

Iblis terkadang bisa membuat segala sesuatu terasa memusingkan. Dia bisa menggiring jalan pikiran dan kekuatiran kita ke arah yang dia inginkan dan harapkan. Seakan-akan, tidak ada jalan keluar. Semuanya, semua orang, semua realitas, seakan ada dalam kendali si iblis. Dan perlahan iblis membisikkan kepada kita,” Tunggu, sebentar lagi kita akan menyaksikan pesta kembang api..”

Masa depan menjadi suram justru terjadi ketika kita memalingkan fokus pandangan kita dari Allah ke arah yang lain. Jika kita memalingkan pandangan kita dari Allah pada masalah-masalah yang di depan mata berkecamuk seperti benang kusut, maka kita saat itu sedang berusaha mengambil alih rencana yang sedang Allah kerjakan dalam hidup kita. Dengan hanya usaha kita sendiri, kita akan cepat burn-out. Kelelahan dan putus asa. Di saat itu Iblis akan hadir dan mulai merongrong kita.

Oh ya, satu hal lagi, bagaimana pandangan kita terhadap orang-orang di sekeliling kita? Apakah kita sering membuat kategori satu kelompok orang baik dan kelompok lainnya orang jahat? Atau kita sudah begitu yakin dengan satu karakter seseorang yang begitu buruk dan tidak bisa diubah lagi? Bahkan, kita sempat mempertanyakan, kelihatannya Allah pun tidak sanggup untuk mengubahnya?

Saya mengajak kita untuk kembali bangkit. Bangkit dan arahkan kembali pandangan kita pada Allah. Arahkan pikiran kita atas rencana Allah yang luar biasa yang akan Allah kerjakan bagi hidup kita di tahun 2009 ini. Ini bukan berarti kita hanya duduk santai dan menyaksikan Allah bekerja sendirian.

Ada banyak PR untuk kita. Kita sebagai rekan sekerja Allah harus mengimbanginya dengan konsentrasi penuh, memeras pikiran, penuh keringat dan air mata. Kita juga harus memulihkan konsep kita tentang “sesama kita manusia” dan bertindak penuh kasih pada sesama. Seperti orang Samaria yang baik hati. Juga mulai hidup dengan kesadaran untuk memakai barang-barang yang ramah lingkungan dan tidak konsumtif.

Tidak ada kata terlambat. Mari kita sama-sama belajar untuk melakukannya mulai dari sekarang.

Dan di saat itu, tanpa menoleh, kita bisa berkata pada si iblis,”Iblis, maaf, tidak ada pesta kembang api.”

Selamat Tahun Baru 2009.
Immanuel. Allah beserta kita.

Surabaya, 1 Januari 2009
Fandi Gunawan