Selasa, 27 Januari 2009

Dompet, handphone dan… resleting…

Dompet, handphone dan… resleting…

Anda punya teman yang sering ketinggalan dompetnya? Atau Handphone? Atau bahkan anda sendiri yang barang-barangnya sering tertinggal? Kita bicara dalam konteks alpa atau lalai. Bukan dalam konteks kesengajaan, supaya bisa minjam duit atau minjam pulsa temannya. Hehehe…

Dalam dunia marketing, seringkali amat tidak masuk akal jika ada seorang sales/marketing yang tidak bisa dihubungi pada waktu jam kerja karena alasan handphone (HP) ketinggalan atau mati karena baterai habis. Sebagai contoh, saya seringkali memberi contoh nyata bahwa di satu sudut kota Surabaya ada orang yang usahanya sebagai penjual jasa (maaf) sedot tinja berupa gerobak yang didorong. Dan pada gerobaknya ditulis besar-besar : Jasa sedot tinja, hubungi si-X dengan nomor handphone sekian-sekian. Seharusnya kita patut malu. Orang yang pekerjaannya berurusan dengan hal-hal yang (benar-benar) kotor saja mau mengaktifkan HP-nya. Dia akan kehilangan potensi penghasilannya apabila HP-nya ketinggalan atau baterai habis.

Seorang kepala cabang sebuah showroom mobil pernah berbincang-bincang dengan saya tentang sebuah kebiasaan kecil yang menurut kami sangat efektif. Setelah turun dari mobil, dengan posisi berdiri, pria tersebut selalu mengecek keberadaan barang di tubuhnya dengan cara meraba satu-persatu. Ada 3 langkah. Pertama, dia meraba dompetnya. Kedua, dia meraba handphone-nya. Ketiga, yang menurut dia paling penting, meraba (dengan cepat dan sekilas saja, tentunya) resleting celananya.

Mengapa? Bagi dia, dompet dan handphone adalah barang yang paling mudah terjatuh tanpa kita sadari. Terdorong dan jatuh ketika duduk, atau bahkan bisa hilang karena dicopet. Semua terjadi karena di luar kesadaran kita. Apalagi, dompet berisi benda berharga (uang, ID Card, Credit Card,dll) dan Handphone adalah benda yang sangat berharga (alat komunikasi yang berisi data customer dan kolega yang cukup merepotkan bila hilang).

Lalu, yang ketiga, resleting. Mengapa? Kaum pria pasti tahu hal ini, walaupun kadang-kadang lupa dan membiarkan resletingnya terbuka. Sebagai orang yang berbudaya, seharusnya kita memperhatikan hal kecil ini. Masa sebagai kepala cabang ia lalai dan memamerkan “pemandangan khusus” kepada anak buahnya atau orang lain? Kalau setelah dicek dan memang terbuka, mbok segera ditutup dengan menghadap ke arah dinding biar tidak kelihatan di depan umum. Hanya butuh waktu sekitar 1 detik aja khan?

Saya cukup salut dengan kebiasaan ini. Memperhatikan dan mengawasi diri sendiri sebelum ditegur oleh orang lain. Kalau sudah terbiasa, total waktu yang dipakai untuk meraba dompet, HP dan resleting tidak lebih dari 3 detik. Singkat tetapi bermakna, bukan? Oleh karena itu, sebagai sesama kaum pria, saya anjurkan kebiasaan 3 detik ini.
Demi kemaslahatan pribadi dan bersama! Hehehe… Ciao!

1 komentar:

  1. Wakakakakakakakkak..kocak!!
    Layak ditiru demi kehormatan dan martabat..
    =D

    BalasHapus